Selasa, 31 Desember 2013

[Cerpen] Brokoli Di Tahun Yang Baru



Sudah 8.030 hari tak ada yang berubah saat dua puluh dua kali pergantian tahun baru. Lima tahun terakhir bahkan selalu mengecewakan, harapan yang menggantung di langit-langit saat kembang api ditembakkan ke atas−−tepat pukul dua belas malam hanya menjadi percikan yang tak berharga.

Winny merapal mantra yang didapatnya dari hasil blogwalking sebelum tiga hari menjelang tahun baru. Kesukaannya berselancar di dunia maya membuatnya kreatif untuk menjalani pergantian tahun meskipun hanya di rumah.  Kakak laki-lakinya, Willy, yang empat tahun lebih tua diatasnya malah sudah bosan dengan tahun baru di luar rumah, hingga terkadang lelaki bertubuh jangkung altletis itu senang sekali meledek adiknya yang kuper. Saat mereka masih remaja memang terdengar seperti ledekan, tapi di usia yang sudah tidak lagi pantas bermain-main, makna tahun baru lebih terasa berbeda. Willy suka bermian di luar dengan teman-teman se-geng-nya, dua tahun terakhir malah sering pergi di malam tahun baru dengan kekasihnya. Tak ada waktu lagi bagi adiknya maupun keluarga, hanya Ibu dan Winny berdua. Ayah mereka sudah meninggal sebelas tahun yang lalu. Tahun baru semakin tidak ada yang spesial bagi Winny.

Minggu, 20 Oktober 2013

Menyambut Festival Pembaca Indonesia 2013

Bagi para pecinta buku nama sosial media Goodreads tidak akan asing lagi di telinga. Goodreads merupakan jejaring sosial yang populer untuk membuat pengguna akun tersebut dapat berbagi rekomendasi buku dengan sesama pengguna lainnya, mencari informasi lebih tentang buku dan penulis, serta terhubung dengan berbagai orang yang memiliki ketertarikan yang sama pada buku.

Seperti dikutip dari wikipedia, mengenai kepopuleran Goodreads sebagai jejaring sosial terbesar−dengan mempunyai lebih dari 3,6 juta anggota dan menambah koleksi buku sebanyak lebih dari 110 juta buku pada tahun 2009.

Rabu, 11 September 2013

Hear Me

Di pagi hari yang cerah tanpa suara kicauan burung atau suara-suara alam lainnya. Aku tiba di depan sekolah baruku. SMA Bakti yang terkenal dengan muridnya yang jago dalam bidang olahraga. Kebanyakan altet-atlet terkenal di Indonesia adalah alumni dari sekolah ini.
Aku tidak tahu apa yang dipikirkan orangtuaku saat memindahkanku sekolah ini. Di sekolah lama aku tidak memiliki masalah yang serius, aku juga tidak mengeluh ingin pindah. Jarak sekolah baru dari rumahku saja lebih jauh dibandingan sekolahku yang dulu, jika alasannya transportasi sepertinya salah. Biaya, sepertinya juga bukan, meski keluargaku terbilang pas-pasan. Apa mungkin ini masalahnya? Ah, lagi-lagi aku sakit kepala jika harus memikirkannya. Akhirnya aku ikut saja maunya orangtuaku, aku tidak terlalu ambil pusing karena aku masih kelas sepuluh semester pertama, belum banyak teman yang harus aku tangisi dengan kepergianku.

Makna Membaca menurut Darwis Tere Liye

(1) Tak akan merugi orang-orang yang menghabiskan waktu dengan membaca buku.

(2) Membaca adalah hobi orang-orang yang taat agama. Karena perintah pertama agama adalah membaca. Dan Tuhan mengajarkan ilmu pengetahuan dengan perantara kalam (pena/tulisan)

(3) Membaca itu jika tidak bermanfaat sekarang, esok lusa akan berguna. Maka banyak-banyak membaca sekarang, esok lusa akan berguna banyak. Tidak akan menyesal orang-orang yang suka membaca.

(4) Banyak sekali salah paham, buruk sangka, tuduhan, hinaan, bahkan perang antar umat manusia tidak akan terjadi jika semua memilih membaca dulu dengan baik daripada bicara dulu. Betapa menariknya kebiasaan membaca.

Won Menjagamu

1) Irnalasari, twitter: @irnari

Beruang yang hidup di kutub saja bisa tahan dengan cuacanya yang dingin. Unta pun sanggup berjalan di gersangnya gurun pasir.
Gadis berambut panjang yang sedang berdiri di depan pintu kelas, mau bertahan lebih lama dari yang kukira. Sudah tiga puluh menit dia berdiri tegak tanpa penopang apapun. Wajahnya yang kelam tertutup rambutnya yang menjuntai ke depan. Kepalanya selalu menunduk seakan takut tersentuh cahaya raja siang.
Di antara murid yang lain, dia terlihat kontras. Semuanya sibuk bermain dengan teman-teman satu geng. Pergi ke kantin. Bercengkrama di halaman. Sementara gadis itu seakan sedang menyelami ubin di teras kelas dan semut bak ikan yang berenang di atasnya.
Lonceng berbunyi, gadis itu menengadahkan kepalanya. Rambutnya yang sejak tadi menutupi wajahnya, kini tersibak ke belakang. Ada seuntai harapan yang kudengar dari bunyi bel masuk. Aku bisa melihat wajahnya yang polos.
Menyadari suara bel itu, gadis itu bergerak, berbalik ke arah pintu. Belum sempat melangkahkan kaki ke pintu, murid lain berbondong-bondong masuk lebih dulu, menyeret gadis itu hingga tertinggal di belakang. Tubuhnya yang ringkih, sempat goyah terkena dorongan anarkis murid-murid yang tidak sabar ingin masuk kelas duluan.
Andai saja aku bisa masuk ke kelas yang sama denganmu. Aku ingin bisa menjagamu, menemanimu bermain di kala jam istirahat, mengajakmu belajar bersama.
Tapi, apalah aku ini… aku hanya bisa melihatmu tanpa bisa menghampiri. Aku hanya mampu memahami bahwa kau sehebat dan setegar beruang yang tinggal di kutub. Hidup seperti itu adalah hidup yang sesuai. Seperti aku yang selama ini berdiri tidak jauh darimu, karena tempatku memang di sini. Dalam sebuah tempat yang terbatas, tanah yang lembab, dan sinar matahari yang terik. Aku hanya daun bahagia yang hidup dalam pot.

Comments:
Aku suka cerita ini, karena aku enggak bisa nebak di awal cerita, tentang sudut pandang dari sisi mana yang dipakai oleh penulis. Aku kira mungkin seorang secret admirer yang adalah teman sekolah gadis itu. Tapi ternyata... Irna menyajikan 'sudut pandang lain' yang benar-benar meneduhkan. Great job! :D


Cermin alias cerita mini yang aku ikut sertakan dalam lomba membuat cerita singkat dengan karakter 200-300 kata. Yang dalam cerita itu harus ada kata Menjagamu, Harapan, dan Kelam. Jurinya langsung penulisnya sendiri. Meskipun hadiahnya hanya novel, tapi aku sangat senang bukan main, karena aku mengikuti lomba ini ingin novel Menjagamu :D
Terima kasih mbak Pia.
Berikut review Menjagamu yang aku buat setelah membaca bukunya :)

Rabu, 17 Juli 2013

Cara saya mendapat buku gratis

large_11

1. Follow banyak penerbit dan penulis/fansclub penulisnya
Biasanya kalau sudah musim novel-novel yang baru terbit, penerbit dan penulis sangat gencar melakukan promosi. Agar lebih menarik biasanya diadakan kuis. Kuisnya fleksible jadi tidak melulu sama. Hanya faktor keberuntungan yang menurutku bisa mendapatkan buku gratis, karena hampir 80% nya buku secara gratis yang dibagikan dipilih pemenangnya secara acak oleh komputer. Jadi banyak-banyaklah berdoa dan berbuat baik.

2. Membuat Resensi

Yang suka buat resensi sering-sering kirim resensinya ke sebuah website yang memang sedang mengadakan kuis tersebut, sebut saja yes24 misalnya, tiap minggu selalu ngasih buku gratis dengan nominal harga maksimal Rp 100.000, bisa pilih buku apa aja kalau menang. Yang penting harga maksimalnya segitu. Kalau resensinya bagus ya akan menang. Jadi, banyak-banyak berlatih meresensi.

3. Jadi member klub buku

Kalau aku sih member BBI, maksudnya sama aja dengan klub buku. Kita adalah perkumpulan yang cinta buku dan rajin untuk meresensinya (bisa dibilang kita adalah resensator), jadi setiap buku yang sudah dibaca.. ya diresensi. Gimana caranya dapat buku gratis? Mudah aja, member BBI sering ngadain kuis. Tapi, ada yang lebih menarik dari itu. Kepercayaan dari Penerbit. Yak, penerbit akan dengan suka rela memberikan buku-bukunya yang terbaru maupun terlama pada member BBI. Mengapa bisa seperti itu? Karena status kami yang jelas. Blog Buku Indonesia yang makanan sehari-harinya meresensi, jadi bisa dibilang penerbit mempercayakan pada BBI bahwa resensinya memberikan pengaruh yang besar bagi pembaca yang akan membeli novel tersebut atau tidak.

4. Pinjam ke teman
Kalau poin yang ini sih gak mungkin bisa jadi milik pribadi karena hanya bersifat pinjaman. Tapi untungnya besar karena dapat pinjaman buku dan biasanya gak cuma satu buku yang dipinjamin tapi kurang lebih sepuluh. Bayangkan sepuluh buku. Wow bangetkan? hehe Bagaimana seseorang bisa percaya ngasih pinjam sebanyak itu coba? Itu karena kita sama-sama member BBI, sudah tahu kalau kita sama-sama bookish (pecinta buku), dan selalu meresensi buku yang sudah dibaca. Dari situlah kita gak segan-segan memberikan pinjaman buku sebanyak itu.

5. Harus berbagi satu sama lain

Ada istilah, lebih baik tangan diatas daripada tangan dibawah. Jadi, intinya sih saat kamu baca judulnya, jangan mikir "ngemis banget sih", sama sekali enggak gitu. Berbagi satu sama lain, begitu pun sebaliknya, gak ada yang salah. Sangat bagus bisa saling membantu.

Sekian cara saya, semoga bermanfaat : )

Jangan segan buat kasih komentar ^^

(cr photo: weheartit)

Rabu, 10 Juli 2013

Love is Punishment

tumblr_mp17izCKlO1rv8i8ko1_400
Jam sudah menunjukkan pukul 06.50. Aku masih berdiri di depan halte menunggu bis datang. Tampak jalanan sangat lengang, hanya ada dua atu tiga mobil pribadi lewat dan lebih banyak kendaraan roda dua yang berseliweran. Jalanan di dekat rumahku terbilang tidak terlalu ramai. Jadi harus menunggu waktu yang tepat untuk berjodoh dengan bis.
Sepertinya alamat telat akan menempel pada nasibku hari ini. Mana sekarang hari senin, harus upacara dan ada ulangan Kewarganegaraan dipelajaran pertama. Kakiku sudah mulai keram berdiri terlalu lama, bangku halte tidak pernah kosong, selalu saja ada yang mendahului untuk duduk. Lima menit lagi. Ya ampun... bagaimana ini? Aku menggigit bibir bawahku, menahan rasa kesal yang berkecamuk di hati. Ingin rasanya mengomel pada mobil-mobil yang lewat, tidakkah ada yang mau rela berbagi tumpangan pada murid kelas sepuluh ini?

Akhirnya bis yang ditunggu datang juga, belum hilang ras kesalku, aku masih mengumpat-ngumpat dalam hati karena bis berjalan sangat lambat. Bisa dilhat kalau memang bis ini tidak terlalu penuh penumpang, makanya bis merayap seperti siput yang sedang mencari tempat lembab.
“Ongkosnya neng!”
Aku memberi uang Rp 2,000 yang diambil dari saku seragam.
“Kurang neng.”
Aku mendelik melihat knek itu. “Biasanya juga segitu,” kataku ketus.
“Yah, neng. Sekarang kan BBM udah naik, emang neng gak liat beritanya di tipi?” terdengar penekanan ‘p’ yang sangat tinggi.
Aku mendengus, lalu mengambil lagi uang seribu di saku. “Nih!”
“Nah gitu dong neng!” sang knek terlihat senang.

Sial... sial... kataku dalam hati. Pak Tono udah ada aja di depan gerbang dengan memasang wajah angkuh, wajahnya itu memang terbilang tidak pantas menorehkan senyum, air mukanya selalu terlihat sinis dan galak. Diam saja sudah seperti itu, apalagi kalau beneran marah. Makanya, Pak Tono ini guru yang paling ditakuti di sekolah.
“Baris yang rapih!” teriak Pak Tono. “Hey, kamu juga yang baru datang, cepat!!” tunjuknya padaku. Aku tersentak buru-buru masuk , dengan dibukakannya gerbang oleh satpam. “Cepat, ikut berbaris sana!”
Aku mengangguk menurut, baris dibagian belakang saja. Aku cukup terkejut dengan jumlah murid yang kesiangan hari ini, kebanyakan sih laki-laki, perempuan termasuk aku hanya ada lima orang. Sementara laki-laki berjumlah sepuluh orang. Sangat fantastis sekali murid sekolah ini. Sebenarnya apa alasan mereka terlambat, perasaan ingin tahu menggelitik hatiku. Entah apa yang sudah diceramahi Pak Tono pada kami, aku tidak mendengarkan dengan seksama, mataku masih saja tertarik melihat siapa-siapa yang senasib denganku. Siapa tahu ada teman sekelas. Sialnya tidak ada.

Sudah satu jam lebih duapuluh menit kami dihukum berdiri di halaman depan dekat gerbang. Aku melihat lapangan yang terhalang oleh kantor guru itu tampak lengang, artinya upacara sudah selesai.
“Bersihkan kantor guru sebelum kalian masuk kelas!” perintah Pak Tono. Kami pun membubarkan diri, entah baru sadar atau memang sebuah keajaiban, murid laki-laki yang ternyata berada di barisan paling depan itu adalah Rama. Kakak kelas paling populer karena ketampanannya, bagiku dan kalangan kelas sepuluh dan sebelas. Aku tidak bisa menahan diri untuk memekik girang, tapi syukurlah aku masih bisa menahannya. Kenapa aku baru sadar dia ada, jika tahu sejak tadi dia ada disini, aku memutuskan untuk sebaris dengannya atau menerobos baris di dekatnya. Hembusan nafasku mendadak panas membayangkannya hal itu. Tak sengaja pandangan kami pun bertemu, ketika kami sudah selesai membersihkan ruang guru. Jantungku berdetak dua kali lebih cepat dari biasanya. Apalagi saat dia berjalan melewati kelasku untuk sampai ke kelasnya. Sungguh hal yang jarang terjadi, bisa dilihat dari histerisnya teman sekelasku yang melihatnya berjalan lewat kelas X.5. Hari ini tidak terlalu buruk, meski sudah bersumpah serapah kesal sejak tadi pagi, akhirnya ada perasaan bahwa pagi tadi itu tidak pernah terjadi, seperti sudah terbayar dengan nasib mendapat hukuman paling menyenangkan ini.

“Ulangan KWN lisan!” seru salah seorang murid yang berlari dari arah kantor sambil membawa beberapa tumpuk buku tugas kemarin yang dikumpulkan. Dan saat itu pula guru Kewarganegaraan yang berkepala plontos itu muncul di belakangnya sambil membawa setongkat kayu yang panjangnya hampir semeter. Memang sudah jadi ciri khas Pak Endang.
Hari yang masih buruk. Aku meneguk ludah.
**

Sudah tiga hari setelah terlambat masuk sekolah saat itu. Hari ini aku terlambat lagi. Kali ini bukan karena bis nya yang datang terlambat melainkan aku yang bangun kesiangan. Semalam habis nonton drama Korea sampai larut. Yak, mengejar 4 episode terakhir yang dilahapku sekaligus.
“Buka sebelah sepatunya!”
Aku terbengong, tidak ada hukuman dijemur dulu atau membersihkan ruang guru. Memang kalau untuk hari biasa, sekolah menetapkan peraturan bagi siswa yang terlambat harus melepas sepatunya sebelah. Sebelah kanan yang disita di ruang guru sampai pulang sekolah. Selain itu menuliskan nama di absen buku pelanggaran. Aku mendecak kesal setelah melepaskan sepatu sebelah kananku. Sekarang aku berjalan terpincang dengan memakai sepatu sebelah.
Malu sekali, aku berjalan melewati koridor-koridor kelas, semua orang kini tampak melihatku cekikikan. Meskipun dengan maklum, tapi tetap saja aku malu. Apalagi tiba-tiba saja ada suara tawa terbahak-bahak saat aku melewati kelas XII. Aku menunduk, menutupi wajah yang sudah seperti udang rebus.
“Hey, bro! Sepatu model barru ya!” kata seseorang dari kelas XII IPS 1 itu. Aku meneguk ludah melihatnya, sepertinya aku cukup mengenal orang ini, meski aku tahu dia tak mungkin mengenalku. Ya, dia teman sekelas Rama. Ah, sekarang tahu-tahu wajahku tambah memerah saja, hanya karena menyebut namanya dalam hati.
“Rese lo,” terdengar suara di belakangku. Oh, mereka bukan mentertawaikanku, tapi mentertawakan Rama. Rama, Rama yang memakai sepatu sebelah sepertiku.
Wajahku kini sudah seperti tomat yang sudah siap petik, saat Romi sudah berjalan mendekat dan tahu-tahu sudah meleos saja melewatiku, menghambur pada teman-temannya. Mendadak saja aku berpikir hukuman terlambat masuk seolah adalah hal termanis. Tidak buruk berjalan kaki nyeker sebelah seperti ini.

“Mar, dipanggil Pak Dodo tuh!” kata Liana, teman sebangkuku, saat aku baru saja menginjakkan kaki di koridor kelas sepuluh tiga, masih ada dua kelas menuju kelasku.
‘Oh’ responku tanpa bersuara. Aku bangkit dari kursi menuju ruang BK karena Pak Dodo memang selalu berada di ruangan itu. Beliau memang guru BP/BK.
“Assalamu’alaikum,” aku mengetuk pintu.
“Wa’alaikum salam. Masuk saja!” sahut Pak Dodo dari dalam. Kemudian aku masuk dan mendapati Pak Dodo sedang kehadiran murid lain.
“Ram, sebentar ya!” kata Pak Dodo pada murid yang sedang duduk dihadapannya itu, namun sedang membelakangiku.
‘Ram? Rama?’ pikirku.
“Kemari!”
Aku masih mematung dengan pikiran menerawang sendiri tentang nama yang disebutkan Pak Dodo. ‘Ram’
“Hey, Marisa!”
“Oh,” aku tersadar, lalu menghampiri Pak Dodo. “Siap, Pak! Ada apa?”
“Kau belum mengerjakan tugas pelajaran Bapak ya?”
“Eh, tugas yang mana Pak?” kataku sambil menggaruk-garuk tengkuk yang tidak gatal.
“Mar, mar, minggu lalu itu pasti karena gak masuk. Memang apa susahnya sih nanya ke temanmu ada tugas atau tidak.”
“Maaf, pak. Saya beneran lupa,” kataku tertunduk. Aku bisa melihat laki-laki yang masih duduk di sampingku itu sejak tadi menatap lurus ke depan, dan kini menengokkan kepalanya sedikit ke arahku. Aku bisa merasakan hawa panas pada wajahku dan debaran keras jantungku yang jauh lebih hebat dari tiga hari lalu. ‘Rama!’ jeritku dalam hati.
“Kau masih mau mendapat nilai atau tidak?” tanya Pak Dodo berusaha sabar menghadapiku.
Aku mengangguk. “Mau, Pak.” Rama terlihat tersenyum saat aku mengatakan kata mau.
“Mau apa?” tanya Pak Dodo mengagetkanku.
“Mau dapat nilai, Pak,” spontanku.
Pak Dodo terkekeh tapi manggut-manggut lalu memberikan selembar kertas soal yang sepertinya adalah tugas minggu lalu. “Kerjakan di kertas folio bergaris. Dua hari setelah ini kumpulkan.”
“Loh, Pak. Bentar banget ngasih tenggat waktu ngerjainnya?” portesku.
“Masih mau nilai gak? Kalau lebih dari itu nilaimu di kurangi sepuluh,” ancam Pak Dodo.
“Iya, mau..mau,” kataku cepat. Bisa ku lihat dari samping Rama tersenyum lagi. “Ya, Tuhan. Apa barusan saja aku sudah membuatnya tersenyum!”
“Rama, ini brosurnya. Kamu pikiran saja dulu baik-baik. Bicarakan dengan orangtuamu. Besok atau lusa kamu bisa kembali lagi kesini untuk keputusan finalnya.”
Mataku membelalak ketika melihat Pak Dodo memberikan brosur selebaran itu. Aku bisa melihat tulisan asing pada brosur tersebut dan satu kata yang bisa ku baca, Tokyo. ‘Universitas Tokyo?’
Aku keluar dengan mata limbung. Tokyo. Rama akan kuliah disana? Membayangkannya saja sudah sedih, aku akan kehilangan dia di sekolah, sebentar lagi ujian nasional. Mengetahui Rama akan melanjutkan kuliahnya keluar negeri membuatku kehilangan harapan untuk bisa bertemu dengannya lagi. Bukankah harusnya aku bangga? Harusnya kan seperti itu...

Dua hari kemudian...
“Taruh saja di meja! Bapak sedang sibuk,” kata Pak Dodo sambil membaca-baca beberapa tumpukkan dokumen di mejanya. Aku berdeham, serasa tenggorokanku gatal. Sambil menaruh tugasku di mejanya. Aku melihat-lihat ruangan BP/BK yang tampak sempit dan sepi, selama ini aku tidak pernah memperhatikan ada data jumlah murid yang masuk dan keluar. Maksudnya data terbaru. Tapi hal ini sama sekali tidak enarik perhatianku, hanya saja... sebenarnya aku mencari Rama, bukankah harusnya dia juga kemari.
“Masih ada yang mau ditanyakan?” tanya Pak Dodo tanpa melihat ke arah ku.
“Enggak, Pak! Kalau begitu saya permisi.”
“Oh, tunggu sebentar!” tahan Pak Dodo, saat aku baru saja mau membuka pintu.
“Bapak minta tolong, panggilkan Rama anak kelas duabelas IPS satu kemari. Tolong ya, masih jam istirahat kan?”
‘Oh’ kataku tanpa bersuara. “Iya, Pak,” jawabku akhirnya yang terdengar sepertibtenggelam. Aku berjalan menyusuri koridor dengan pikiran melayang-layang. Apa yang harus ku katakan pertama kali pada Rama nanti.
‘Hai, Kak dipanggil Pak Dodo tuh di ruang BK.’
Enggak... enggak gitu. Mataku memicing. Lalu mengulang lagi, ‘Permisi, Kak Rama ada gak? Kak Rama dipanggil Pak Dodo ke ruangannya’
Argggh mendadak jadi nervous gini, umpatku. Tanpa terasa kaki sudah berjalan jauh melangkah. Aku sudah berdiri di depan kelas duabelas IPS. Dengan kikuk aku menghampiri kelas IPS 1, sangat sepi. Tumben.
“Permisi.”
“Ya, cari siapa?” tanya seorang cewek berambut panjang pirang yang cukup cantik menurutku.
“Cari Kak Rama.”
Cewek itu mengernyit seakan jawabanku terdengar aneh.
“Rama,” cewek itu terdiam beberapa saat, tampak berpikir sebelum akhirnya menjawab. “Rama udah gak sekolah disini lagi.”
Sontak aku terkejut, apa cewek itu salah mengira Rama yang mana. Ku lirik bagian atas pintu dimana nama kelas XII IPS 1 terpampang disana. Tidak salah lagi, ini kelasnya. Tapi mengapa dia mengatakan Rama sudah tidak sekolah lagi. Mungkin ada nama lain Rama. Tapi aku tidak tahu nama lengkapnya. Otakku berputar-putar mengingat-ingat lagi, seperti kilatan potret foto yang terpampang jelas. Ramaditya.
“Ramaditya!” seruku lantang.
Cewek yang masih berdiri di depan pintu itu tetap menggeleng. “Sudah setengah tahun yang lalu dia pindah karena sakit. Kita disini gak tahu lagi kabarnya gimana. Dia sembuh atau enggak,” kata cewek bertubuh kurus itu prihatin.
Aku tercengang dengan penjelasannya, masih curiga dan belum menerima aku berkata, “dua hari yang lalu aku bertemu dengannya. Kami ada di ruang BK bersama Pak Dodo.”
“Kalau kamu gak percaya, bisa tanya ke seluruh anak kelas duabelas yang lain. Dan juga Pak Dodo sendiri. Jelas dia tahu kemana Rama pergi.” Cewek itu terlihat marah membuatku mengurungkan niat untuk berdebat lebih jauh lagi.
Aku terdiam sepanjang jalan menuju ruang BK. Mungkin ada yang salah dengan penglihatanku waktu itu, atau pendengaranku. Jelas-jelas pak Dodo yang menyebutkan nama Rama.
Ku lihat Pak Dodo keluar membawa beberapa map yang sedang di periksanya tadi, dan pintu BK itu dikunci.
“Loh, Pak. Sudah tutup?”
“Iya. Ada apa? Ada yang ingin kamu konsultasikan?” Pak Dodo melihatku seperti tidak terjadi apa-apa sebelumnya.
“Bukan, Pak! Saya cuma ingin memberi tahu kalau nama Rama sudah tidak di kelas IPS 1 lagi. Mungkin dia pindah kelas. Bapak bisa beritahu saya nama lengkapnya dan kelas barunya?” kataku yang terdengar begitu terburu-buru namun sangat yakin. Pak Dodo mengernyit bingung, reaksi yang ditimbulkan sama seperti cewek yang ditemuinya tadi.
“Apa yang kamu bicarakan? Bapak gak nyuruh kamu cari orang. Siapa tadi? Rama?”
Deg. Jantungku seperti diledakan jarum, lemas tak bertenaga. Tubuhku gemetar. Wajahku pasti sekarang pucat, meski aku tidak bisa melihatnya sendiri. Aku merasakan tanganku dingin dan buluk kudukku berdiri. Seperti tiba-tiba ada angin yang datang pelan-pelan dari arah koridor dekat ruang kelas duabelas dan menghembuskannya sekaligus di depan ruang BK.
“Mar, kamu baik-baik saja?” aku bisa mendengar Pak Dodo bertanya padaku tampak khawatir.

Rama memang sekolah di SMAJAK, singkatan nama SMA ku. Hanya satu tahun setengah dia belajar disini. Dia murid pindahan saat kelas sebelas semester pertama. Menginjak kelas duabelas semester kedua, dia sudah tidak bisa melanjutkan sekolah lagi. Bukan karena terbentur masalah biaya, karena keluarga Rama cukup berada. Akan tetapi, karena Rama sakit. Dia terkena tifus sangat lama, setelah itu tidak ada yang tahu lagi kemana dia, karena sulit dikunjungi. Kabar terakhir dari tetangga rumahnya, Rama pergi keluar negeri untuk mendapatkan pengobatan, pengobatan apa.. sepertinya sakitnya bukan lagi tifus. Rama sempat koma, dan sekarang entah seperti apa kondisinya.

Begitulah cerita Pak Dodo padaku setelah insiden aku hampir ambruk di depan ruang BK. Padahal selama ini aku selalu melihat Rama ada di sekolah ini. Melihatnya setiap kali aku mendapat hukuman.

photo: imgfave

Jumat, 05 Juli 2013

Cara saya mereview buku

thumb
Kali ini postingan saya tentang buku.hehe yah... mau gimana lagi dong, saya kan hobi banget dengan hal-hal yang berhubungan dengan buku. Jadi, postingan kali ini juga gak akan jauh-jauh dengan buku :)
Ide memposting ini sebenarnya berasal dari saya blogwalking teman-teman BBI, mereka sharing soal bagaimana cara mereka mereview/meresensi buku. Saya jadi tertarik juga nih buat bahas. Tapi, saya bahas di blog bebas ini aja deh.. blog buku saya khusus resensi aja :)
Pertama dengar kata resensi pasti inget pelajaran Bahasa Indonesia. Iya kan? he-he. Waktu SMP dan SMA sering banget tuh ditugasin bikin resensi, dan bikin galaunya minta ampun.haha lebay.. lebih ke bingung sih sebenarnya… kayak gimana sih resensi itu. Dan di era itu kita bisa mengambil contoh dari resensi-resensi yang ada di koran. Zaman sekarang sih.. resensi di koran udah jarang banget. Ya, mungkin ada, cuma kebanyakan sih sekarang pembaca lebih suka baca resensi di blog-blog buku, kayak BBI gitu. hee.. Emang lebih simpel kan, apalagi kalau reviewan anak BBI ataupun yang lain, mereka lebih real aja ngasih pendapat (maksudnya lebih ke bahasa sehari-hari), lebih blak-blakan. Tapi, masih tetap beretika lah tentunya :)
Saya biasa menghabiskan bacaan novel rata-rata dua hari setengah. Rata-rata itu sih.. kadang kalau novelnya tipis, bisa sehari langsung tamat. Kalau agak tebal, ya..bisa dua hari. Kalau tebal banget bisa nyampe tiga hari. Kalau ceritanya seru bisa dua hari setengahlah. Eh, tapi.. kadang kalau gak seru bisa hampir seminggu loh. Baca buku yang tebalnya nyampe 600 halaman. hmm.. Kecepatan baca saya masih kurang sih. Suka banyak diselingi online atau malah lebih tergoda baca cerpen di blog. haha. maaf OOT.
Ehem.. oke. balik lagi ke topik. Jadi abis baca novel, endapin dulu beberapa jam. Misalnya, siang udah beres.. Sore atau malamnya bikin resensi. Jangan langsung abis baca dibikin resensi. Otak kan masih berputar-putar tuh tentang ending ceritanya, jangan dipaksain buat me-reka ulang apa yang sudah dibaca, nanti malah panas dan akhirnya bikin mumet. Diemin aja dulu beberapa jam. Jangan sampai berhari-hari juga, takut malah jadi tumpul aka lupa. Ya, pengalaman jugalah. Saya pernah melakukan dua hal itu. Maklum awalnya kan pemula. Gak langsung bisa begitu aja kok saya mereview. Banyak-banyak baca novel dan baca resensi teman-teman yang lain juga. Semakin melihat contoh-contoh, kita bisa membentuk karakter sendiri dari reviewan yang kita punya.
Terus kalau buat resensi usahakan jangan bikin spoiler. Penting nih.. kalau sebagai resensator ngebocorin isi cerita dengan detail, mana tertarik pembaca buat beli buku yang kita resensi, toh..udah tahu ceritanya bakal gimana. Nah, usahakan jangan sampai gitu ya.. Kalau mereview juga harus ngasih gambaran/pandangan kita tentang buku yang sudah dibaca tersebut. Apa kelebihannya, kalau ada juga dengan kekurangan. Jangan sampai monoton muji terus atau malah sebaliknya.
Alhamdulillah saya sudah mereview hampir lima puluh buku. Silahkan liat-liat disini.
Nah, cuma segitu sih...soal review mereview. Jangan segan buat komen ya :)

cr photo: imgfave.com

Senin, 24 Juni 2013

Tips hunting buku

large_5
Kali ini aku mau posting sesuatu yang berhubungan dengan hoby ku-hunting buku. Akhir-akhir ini aku suka kurang puas dengan perburuan buku yang ku pengin. Tahu gak dampak ketidakpuasaan hunting itu adalah bikin perasaan gak tenang, kepikiran terus. haha sampe segitunya aku addicted sama buku. Pokoknya kesiksa banget hati dan pikiran kalau ngomongin buku yang disuka eh tapi aku sendiri gak bisa mendapatkannya. Nah, biar kita sebagai pembaca gak sampai gigit jari dan meras-meras kepala sepertiku. Ada baiknya baca tips yang saya buat berdasarkan pengalaman. Ya, sharinglah biar unek-unek ku juga lepas dan kita sama-sama bisa diingatkan kembali sebelum hunting buku.
1. Siapkan daftar buku apa saja yang mau dibeli
Kita bisa browsing di internet tentang buku yang memang pengin kita beli. Sekarang sudah banyak kok blog-blog buku seperti blog khusus resensi buku, online store yang menjual buku juga ada dan bahkan promosi dari penerbitnya sendiri pun sudah umum dilalukan baik melalui media sosial ataupn websitenya langsung, jadi kita bisa tahu kelebihan buku yang sedang kita cari tersebut.
2. Siapkan budget
Ini penting nih. Karena di toko buku itu banyak hal yang tak terduga. Jadi ya jangan bawa uang pas, di dalam toko buku itu kan gak cuma sekedar buku-buku yang kita penginkan aja yang ada, tapi semua jenis buku ada, entah itu fiksi maupun nonfiksi. So, siap-siap gatel pengin beli buku lain diluar rencana list kita. Yang udah kita kepengin eh malah ga jadi beli. *pengalaman makanya siap-siapin budget tambahan.
3. Pergi sendiri atau bareng keluarga/teman/someone?
Nah, bagian ini nih yang menurutku agak sensitif. Coba deh bayangin gimana serunya bisa belanja buku bareng keluarga/teman/someone. Apalagi kalau dia juga suka buku. Kita bisa saling berbagi pendapat tentang buku yang pengin dibeli. Baguskan?!
Tapi gimana kalau sebaliknya? Orang yang kita ajak itu ternyata gak terlalu suka buku. Yah, jadi selama ini dia cuma sekedar ikut-ikutan doang. Kalau sudah puncaknya, satu jam deh misal kita udah muter-muter tapi belum dapat buku yang disuka, temen kita mulai kelihatan bete, udah megang-megangin lutut saking pegelnya nguntitin kita. Terus gak enak dong kita yang dianter tapi asik nyari buku sememtara temen kita sengsara. Dari gak keenakkan itu, kita jadi buru-buru milih deh. Alhasil gak dapat buku yang memang benar-benar dicari. Malah jadi salah beli buku. Nyeselkan? mending pergi sendiri deh kalau judulnya gitu..
Segitulah kira-kira tiga tips yang menurutku penting banget. Gimana menurut kalian, mungkin ada yang mau menambahkan, boleh kasih komentar :)

(photo: weheartit.com)

Kamis, 24 Januari 2013

Mambaca Garis Tangan

LIHATLAH TELAPAK TANGANMU
Ada beberapa garis utama yang menentukan nasib
Ada garis kehidupan.
Ada garis rezeki
Ada pula garis jodoh.
Sekarang, menggenggamlah..
Dimana semua garis tadi ?
“Di dalam telapak tangan yang anda genggam.”
Nah, apa artinya itu?
Apapun takdir & keadaanmu kelak, semua itu ada dalam genggamanmu sendiri.
Anda lihat bukan? Bahwa semua garis tadi ada di tanganmu.
Dan, begitulah rahasia sukses..
Berjuang & berusaha dengan berbagai cara untuk menentukan nasib sendiri..
Tetapi coba lihat pula genggamanmu.
Bukankah masih ada garis yang tidak ikut
tergenggam?
Sisa garis itulah yang berada di luar kendalimu..
Karena di sanalah letak kekuatan Sang Maha
Pencipta yang kita tidak akan mampu lakukan & itulah bagianNya Allah.
Genggam & lakukan bagianmu dengan kerja keras & sungguh, & bawalah kepada Allah bagian yang tidak mampu engkau lakukan..!
GOD will give the BEST bagi mereka yg bekerja keras dan melakukan "bagiannya".
Salam Ikhlas,


keren banget ya! sampe terharu :") aku dapet ini dari Kaskus
aku cantumin namanya jg kok^^
cr: KASKUS/chiboyz/April/2009