Minggu, 25 Januari 2015

Ini Baru Awal

Semenjak saya senang membaca dan memahaminya dengan kehidupan nyata, saya semakin sadar banyak sekali kebodohan-kebodohan yang saya buat di duapuluh tiga tahun terakhir ini. Banyak hal yang saya sia-siakan, banyak hal yang membuat semuanya terasa begitu terlambat.  

Dalam keluarga, saya anak bungsu yang tidak pandai bicara. Tapi dalam keluarga, saya anak yang paling rajin membaca. Saya selalu jadi penonton, pemerhati, penikmat di setiap masalah yang ada dalam keluarga. Saya selalu ingin berucap, tapi tak tahu harus memulainya dari mana. Saya selalu ingin memeraktekkan apa yang saya baca untuk dibagikan pada orang-orang di sekitar saya, terutama keluarga. Tapi, selalu saja berujung bahwa saya tidak melakukan apa-apa.  

Sebenarnya ini tindakan paling bodoh yang saya ketahui dengan sadar dan jelas. Daripada saya menyesal, akhirnya saya memutuskan untuk serius menulis. Menuliskan sesuatu yang ingin saya sampaikan pada keluarga dan teman-teman.  

Iya.
Mulai saat ini.
Di mulai saat tulisan ini terposting!
5.58 PM  

warm regards,
irnari☀

Jumat, 02 Januari 2015

[Cerpen] Diorama (Return) Part 3

Part 3
Di dalam perpustakaan yang cukup lengang dengan hanya segelintir murid berlalu lalang di antara rak buku terlihat Faye sedang duduk seorang diri di meja baca sambil menulis sesuatu.
"Fay, gue tungguin, tahunya lu udah berangkat duluan. Nggak ngabar-ngabarin lagi," kata Alit dengan suara pelan.
Pagi tadi, ada hal yang sangat jarang terjadi dengan kebiasaan mereka, Alit dan Faye tidak berangkat bersama-sama. Meskipun mereka berbeda kelas dan jurusan, tapi tetap saja ritual berangkat sekolah itu wajib dilakukan bersama-sama.
Sebenarnya ia masih tidak enak badan gara-gara kehujanan kemarin, tapi ia paksakan untuk masuk karena ada ujian praktek Bahasa Inggris.
"Gimana kemarin? Seru?" tanyanya dingin.
"Ya gitu, deh. Kemarin itu-"
"Selamat ya, lu udah dapet duit buat berangkat ke seminar. Ditambah bonus Wahyu pula," ucap Faye lantas membereskan bukunya.
"Lho kok, lu ngomongnya gitu sih?"
"Gue udah tahu kok. Semuanya! Lu ngejual Diorama itu, kan? Gue speechless, tahu nggak. Katanya itu peninggalan otentik, kenang-kenangan lu sama Dhani. Tapi demi duit, lu jual juga. Tiap ada cowok keren yang papasan sama kita, awalnya lu puji, tapi ujung-ujungnya lo nggak mau karena nggak ada yang kayak Dhani. Tapi sekarang, sama Wahyu, kok lu mau?" ucap Faye menantang.
"Enam tahun kita temenan, gue baru tahu, lu aslinya kayak gini," lanjut Faye tanpa sempat memberikan Alit kesempatan untuk bicara. Lantas ia pergi meninggalkannya sendiri.
Alit ingin berteriak menjelaskan. Ingin lari mengejarnya. Tapi kemarahan Faye tadi merenggut semuanya. Ia begitu terkejut hingga tak sanggup lagi bicara. Alit rasa, kakinya tak mampu lagi berdiri. Kepalanya sakit bukan kepalang. Akhirnya ia roboh, tak sadarkan diri.
**

[Cerpen] Diorama (Return) Part 2

(Part 1)
--
Part 2
Antrian siswa memenuhi kantin siang itu. Tampak dua tubuh mungil bermanuver sana-sini sambil menenteng mangkuk bakso dan sebotol air mineral. Keduanya hilir mudik mencari tempat duduk.
"Fay!" Teriak seseorang dari belakang mereka.
Si pemilik nama sibuk mencari-cari siapa gerangan yang memanggilnya, sampai akhirnya ia mendapati Wahyu, cowok yang disukainya. Faye berseloroh, mendadak panik.
"Ah, dapet juga tempat duduk," teriak Alit senang, tidak menyadari Wahyu sedang melambaikan tangan ke arah mereka.
Ia sudah berjalan duluan, tapi Faye keburu berdiri di depannya. "Kita cari tempat duduk lain, Lit," kata Faye dengan muka memerah.
"Yaelah, lu mau nyari tempat duduk di mana? Udah penuh, Neng!"
Tiba-tiba Alit mendapati Wahyu sudah berjalan mendekat ke arah mereka. Ia tersenyum-senyum mulai mengerti maksud sikap dadakan sahabatnya ini.
"Oh, lu grogi ya, malu?" Goda Alit. Kontan Faye menunduk makin dalam.
"Tenang aja, gue yang urus," putusnya bernada final.
Ucapan ‘Gabung, yuk!' mungkin terlalu sopan untuk cewek yang tindak-tanduknya sulit ditebak macam Alit.

[Cerpen] Diorama (Return) Part 1

Penulis: Aini Dandelion
Editor: Irnari
Part 1
"Alit, buruan, gue ada kuis!" Teriak seorang anak perempuan berseragam putih abu yang duduk di sepedanya. Tangannya mencengkeram stang, siap kapan saja untuk meluncur. Kedua matanya memandang gelisah ke arah jam tangan, sambil sekali-sekali membetulkan name tag-nya yang bertuliskan Faye.
"Iya, iya." Anak perempuan yang dipanggilnya, Alit, keluar sambil menuntun sepedanya.
Faye sengaja berputar memainkan sepeda, sementara Alit sibuk berkata-kata membela diri kenapa ia terlambat.
"Gue abis beresin gedung juang dulu. Pulang jualan kan jam sebelas, gue langsung tidur. Baru sempet beres-beres nih. Kalo ditinggal berantakan, kasihan mimih (nenek)."
Yang disebutnya gedung juang adalah tempat tinggalnya: rumah gaya lama dengan halaman cukup luas dan pohon mangga tua yang berdiri kokoh layaknya pasak.
Faye berhenti berputar-putar, sebagai gantinya malah menopang dagu sambil memejamkan mata, hitung-hitung mengganti jam tidurnya yang kurang lama.
"Semalam suntuk gue ngedit naskah. Cuma dapet tiga puluh lembar doang sampe adzan shubuh. Udah aja gue lanjut sholat terus siap-siap sekolah."
"Lo tidur, Fay?" Alit mendadak melotot. "Sakti lo!" katanya lagi heran.
"Gantiin yang semalem. Gue lupa nih, Fisika ada kuis jam pertama. Maklum lah, kejar setoran buat ongkos seminar," timpal Faye lesu sambil mengucek-ngucek mata.
Ingatan Alit terbang ke status akun Facebook milik salah satu penerbit sebulan yang lalu. Katanya di awal Desember mereka akan menyelenggarakan seminar kepenulisan, Dee Lestari, Winna Efendi, dan Raditya Dika, di dapuk jadi pembicara.

Kado Untuk Sahabat

Mendengar lagu Himawari No Yakusoku yang dinanyikan Motohiro Hata, mengingatkan aku pada seorang sahabat bernama Fajarwati. How is she? I miss her so much.
Kalau ingat dia yang suka aku ajak jalan bareng setiap bulan ke mall, bikin aku kangen banget. Kita sering cerita-cerita, ketawa, ngobrol-ngobrol soal korea, curhat-curhat pribadi, berbagi mimpi bersama. semuanya… Ah, aku jadi suka berkaca-kaca  kalau mengingat semua itu, bahkan sampai air mata ini mau tumpah.
Terakhir bertemu dia adalah setelah ulang tahunku di bulan April 2014. Dia memberi kado novel dan kue, ditambah sepucuk surat. Terharu banget!
Setelah beberapa harinya itu, aku meneraktir dia makan di mall, sebagai ucapan syukur dan terima kasih. Kita bicara banyak saat itu, tanpa aku tahu ternyata itu akan jadi hari terakhir kami bertemu dan berbincang.

Yang aku ingat setelah itu, seminggu sesudah hari di mana aku dan dia bertemu, kami tidak berkomunikasi lagi. Aku mungkin seperti menghilang di telan dunia sosmed yang setiap hari aku dan dia selalu bertegur sapa. Aku tidak pernah update lagi, karena sejak saat itu, keluargaku terkena sedikit cobaan. Ibuku sakit dan harus dirawat di rumah sakit selama seminggu.
Hampir setiap hari aku menginap di rumah sakit, kalau tidak, aku hanya diam di rumah menjaga keponakanku yang masih kecil, 1 tahun 9 bulan. Setiap hari. Bayangkan saja, semua kebutuhan si kecil aku yang urus, aku seperti disulap jadi ibu rumah tangga mendadak.
Di sisi lain aku harus ke kampus sewaktu-waktu untuk bimbingan skripsi. Semenjak itu, hidupku berubah, bahkan terlalu berubah. Aku kesepian. Aku semakin menyibukkan diri mengurus ibu yang sakit, mengurus keponakanku, dan memasak. Selama berbulan-bulan aku tidak bisa sebebas dulu lagi untuk pergi keluar rumah hanya untuk sekedar bermain dan jalan-jalan. Bahkan untuk bimbingan skripsi pun aku harus mencuri-curi waktu saat si ponakan tidur agar dia tidak rewel saat aku pergi. Jadi, aku minta maaf jika selama itu aku seperti menghilang, padahal sesungguhnya tidak.
Setelah berbulan-bulan lamanya, Alhamdulillah ibu sudah kembali sehat sekarang. Aku ingin sekali bisa seperti dulu lagi, menghabiskan waktu dengan dunia luar yang selama ini tenggelam, di mana aku merasa tertinggal.
Tapi, ternyata tidak semudah itu. Dia, justru telah lebih dulu menghilang. Sejak bulan Mei dia tidak pernah update lagi di sosial media. Padahal, sebelumnya kita masih saling chat. Sampai sekarang, di hari ulang tahunnya pada 2 Januari 2015, dia tak pernah muncul lagi. Bahkan untuk saling bertemu pun tidak.
Aku ingat, terakhir aku mencarinya di rumahnya. Tapi, ia tidak ada. Dua kali. Yang pertama, aku hanya bertemu ayahnya, aku mengiriminya sms, tapi ia hanya membalas mohon maaf lahir batin dengan segala ucapan penuh maaf seakan-akan ia banyak kesalahan. Dan setelah itu, ia menegaskan kalau itu sms terakhirnya.
Bagaimana perasaanku yang membacanya? Sebagai seorang sahabat yang sudah kuanggap seperti saudara sendiri, aku merasa sangat sedih. Apa harus seperti itu dia pergi? Meninggalkan persahabatan yang sudah kami bangun bersama. Apa mungkin selama ini hanya aku yang menganggapnya seperti itu?
Kedua, saat aku memutuskan untuk mencarinya lagi di rumah, tapi ia tidak ada. Rumahnya sepi tak ada orang. Aku dengan sengaja menulis sesuatu di secarik kertas yang kusobek, mengatakan bahwa aku baru saja dari rumahnya dan memintanya untuk segera menghubungiku, karena saat aku mau ke rumahnya, dia tidak mengangkat panggilan teleponku, dan sms pun tak terkirim.
Aku tidak pernah menyangka menjalin persahabatan ternyata serumit ini. Aku benar-benar sedih, aku merasakan kehilangan. Yang sekarang aku sadari hanya satu, persahabatan seharusnya tidak peduli jarak.
Selamat ulang tahun yang ke-23, Waty, si pecinta Doraemon. Semoga kau selalu sehat, dilimpahkan rezeki, sukses, dan cepat menemukan jodohmu. Aamiin…
Terima kasih sudah menjadi sahabatku dalam keadaan suka dan duka. Terima kasih kau telah jadi doraemonku. Semoga kau bisa segera comeback seperti filmnya Stand By Me, yang mana, Doraemon tetap bersama Nobita :)
Persembahan dengan sebuah postingan di blog mungkin tidak ada artinya. Aku benar-benar minta maaf, untuk kesekian kalinya aku tidak pernah memberimu apa-apa. Mungkin kalau kau muncul dan kita bisa bertemu lagi seperti sedia kala, akan lain ceritanya.
Warm regards,
irnari